Belajar Dari Filosofi Suku Jawa
- Home
- Uncategorized
- Belajar Dari Filosofi Suku Jawa
Belajar Dari Filosofi Suku Jawa ·UncategorizedShare on FacebookTwitterGoogle+Pin ItBuffer
Anda pasti setuju kalo saya menyebut bahwa suku jawa adalah suku paling besar yang ada di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Dan daerah Istimewa Yogyakarta, setidaknya ada sekitar 41,7% penduduk indonesia adalah etnis Jawa. Selain dari daerahitu suku jawa juga menyebar keseluruh wilayah yang ada di Indonesia, mereka bermukim di Sumatra, Kalimantan, Papua, Jawa Barat, bahkan ada juga yang berada di luar negeri seperti di Suriname, dan Amerika selatan, hal itu dikarenakan pada waktu penjajahan kolonial belanda, suku jawa banyak yang dijadikan pekerja di sana, dan kini suku jawa disana dikenal sebagai suku jawa suriname.
Filosofi Orang Jawa Yang Bisa Dijadikan Teladan
Banyak sekali kebudayaan suku jawa yang di dalamnya banyak mengandung hikmah, dan apabila anda bisa mengambil hikmah dari kebudayaan jawa mungkin kehidupan anda akan lebih damai dan tentram. Berikut ini ada beberapa Filosofi suku jawa yang biasa di sampaikan oleh orang tua kepada anaknya.
Urip Iku Urup (Hidup Itu Nyala)
Maksud dari nasehat ini adalah hidup ini hendaknya bisa memberikan manfaat kepada orang lain yang berada di sekitar kita, sama seperti lampu yang ketika hidup bisa membarikan cahayanya untuk menerangi lingkungan di sekitarnya. Jangan sebaliknya keberadaan kita malah membuat ketidaknyamanan orang yang berada di lingkungan tempat tinggal kita.
Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara
(Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan, serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak). Sifat angkara murka dan tamak adalah awal dari kerusakan moral yang harus dijauhi, karena efeknya akan sangat buruk bila orang sudah terkena penyakit tamak. Jadi selain kita harus mengusahakan kesejahteraan dan kebahagaian keluarga, kita juga harus ikut berperan memerangi sifat angkara murka.
Ojo Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman
(Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi). Terpedaya dengan kehidupan duniawi, mungkin itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan kehidupan dijaman ini, semua aspek selalu diukur dari segi material. Banyak orang yang terpadaya dengan kedudukan dan nafsu sehingga menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuanya, Oleh karena itulah orang tua saya dulu selalu memberikan nasehat ini. Seharusnya kita sudah harus sadar bahwa kehidupan dunia ini adalah sementara jadi jangan menjadikan dunia sebagai tujuan akhir.
Ojo Kuminter Mundak Keblinger, Ojo Cidro Mundak Ciloko
(Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan suka berbuat curang agar tidak celaka). Merasa paling bisa dan paling pandai adalah tabiat yang tidak baik, karena bisa membuat kita sombong dan juga malas untuk mengupgrade diri.
Wong Jowo Kwi Gampang Ditekak-tekuk
Ini adalah peribahasa yang berarti orang jawa itu mudah dibentuk, ungkapan ini menunjukan fleksibilitas dari orang jawa yang sangat mudah menyesuaikan diri dan mudah bergaul di lingkungan tempat tingalnya. Orang yang memegang filosofi ini akan selalu giat bekerja dan selalu ulet dalam meraih cita-citanya.
Mangan Ora Mangan Sing Penting Ngumpul
(Makan tidak makan yang penting kumpul). Filosofi ini merupakan peribahasa, jadi kurang tepat rasanya kalo mengartikanya hanya berdasarkan terjemahan tekstual saja. Filosofi ini bisa diartikan lebih luas, misal untuk kehidupan berdemokrasi seperti saat ini, dan jika demokrasi kita berpegang pada filosofi ini saya yakin kehidupan bangsa kita akan lebih baik. ‘Mangan ora mangan’ melambangkan eforia demokrasi, yang mungkin satu pihak mendapatkan sesuatu (kekuasaan) dan yang lain pihak tidak, yang tidak dapat apa-apa tetap legowo. ‘Sing penting ngumpul’ melambangkan berpegang teguh pada persatuan, yang artinya bersatu untuk tujuan bersama.Saya pikir Filosofi ‘Mangan ora mangan sing penting kumpul’ adalah filosofi yang cocok yang bisa mendasari kehidupan demokrasi bangsa Indonesia agar tujuan bangsa ini tercapai.
Nrimo Ing Pandum
(Menerima Pemberian Dari Yang Kuasa). Filosofi ini merupakan hal yang sangat sukai karena hal ini mengajarkan kita untuk bersikap jujur, ikhlas, dan menerima dengan lapang dada apapun hasil dari usaha yang telah dikerjakan.
Renungan
Jika saja setiap orang bisa mengaplikasikan filosofi ini kedalam kehidupan bermasyaratnya, mungkin bangsa kita akan menjadi bangsa yang makmur, dan sejahtera. Tidak akan ada lagi korupsi dan saling bereput kekuasaan.
Artikel Terkait : Cara Melawan Rasa TakutShare on FacebookTwitterGoogle+Pin ItBufferTags: #Filosofi JawaSarung Preneur
0 komentar: